Bab 244
Bab 244 Kakak Iparku Hebat
Tamparan Ardika ini langsung membuat Wulan tersadar kembali dari kegilaannya.
Sambil memegang wajahnya, dia memelototi Ardika dan berkata dengan gigi terkatup, “Ardika, jangan senang dulu, nggak lama lagi istrimu pasti akan sial….”
Ekspresi David langsung berubah drastis, dia buru–buru menyela Wulan, “Wulan,
diam kamu!”
Beberapa waktu yang lalu, dengan instruksi dari kakeknya, Brian dan Yanto sekeluarga sudah berdiskusi untuk mengusir Luna dari Grup Agung Makmur.
Setelah melakukan pencarian selama beberapa hari ini, Keluarga Buana sudah
menemukan Rita yang bersembunyi di luar kota.
Keluarga Buana sudah mengirim orang ke sana untuk membawa wanita itu kembali.
Selama Rita kembali, saat itulah saat yang tepat untuk mengusir Luna dari Grup
Agung Makmur,
Sementara itu, dengan mengandalkan Yanto sekeluarga, Keluarga Buana bisa
mencapai tujuan mereka untuk menguasai Grup Agung Makmur.
Wulan si bodoh itu hampir saja membocorkan rahasia mereka.
Kalau sampai pihak Luna sudah melakukan persiapan, maka upaya mereka sia–sia
saja.
“Apa lagi yang kalian rencanakan untuk mencelakai istriku?”
Walaupun Wulan belum sempat menyelesaikan kalimatnya, melihat reaksi
berlebihan David saja, Ardika sudah mengetahui ada yang tidak beres.
Wulan langsung panik. Dia berkata dengan marah, “Rencana apaan? Maksudku,
cepat atau lambat istrimu akan kena balasannya!”
Sangat jelas bahwa dia sedang menutup–nutupi sesuatu.
Ardika menyunggingkan seulas senyum acuh tak acuh, lalu berkata dengan dingin,” Aku nggak peduli apa yang kalian rencanakan untuk mencelakai istriku. Tapi, ingat
1,2
baik–baik. Bagi siapa pun yang berani mencelakai istriku, harus bersiap untuk
menghadapi konsekuensi yang fatal!”
Sebenarnya, orang–orang itu sama sekali bukan apa–apa baginya.
Sebelumnya, mereka berkali–kali ingin mencelakai Luna. Namun, pada akhirnya mereka sendiri yang kena batunya.
Hanya karena mereka adalah anggota Keluarga Basagita, jadi Ardika tidak memberi
pembalasan besar–besaran kepada mereka.
Kalau bukan karena alasan itu, dengan karakter Ardika, mereka pasti sudah
dihabisinya.
David dan beberapa orang lainnya hanya mendengus. Mereka tidak menganggap
serius ucapan Ardika.
Berani sekali idiot ini mengancam mereka. Dia pikir dia siapa?
Ardika malas berurusan dengan mereka lagi. Dia melirik Tarno dan berkata, “Usir mereka dari sini, jangan menggangguku.”
“Cepat pergi sana!”
Di bawah tatapan dingin dan tajam Tarno, David dan beberapa orang lainnya
langsung merinding.
Sungguh memalukan.
Sebelumnya, mereka ingin mengusir Ardika dari sini.
Sekarang malah mereka yang diusir dari sini.
“Ardika, tunggu saja kamu!”
Setelah melontarkan satu kalimat ancaman itu, mereka langsung pergi
meninggalkan tempat itu dengan kesal.
Selain merasa kesal, mereka benar–benar tidak berdaya menghadapi Ardika.
“Fio, kenapa kamu nggak pergi?”
Melihat Fio tidak mengikuti mereka, Wisnu yang sudah berjalan sampai ke pintu
menoleh ke arah wanita itu.
Saat ini, dia benar–benar kesal setengah mati. Dia ingin segera menarik wanita itu
keluar dan menidurinya.
Walaupun dia sudah dipermalukan di hadapan Ardika, tetapi statusnya sebagai
Tuan Muda Keluarga Basagita tetap tak terbantahkan.
Hanya dengan lambaian tangannya saja, wanita matre seperti Fio pasti akan merangkak naik ke ranjangnya dengan sukarela.
Namun, Wisnu terlalu memandang tinggi dirinya sendiri.
orang. Copyright Nôv/el/Dra/ma.Org.
Fio meliriknya dengan dingin dan berkata, “Wisnu, aku sudah salah menilai
Sebagai kakak sepupu Handoko, kamu nggak hanya menindasnya, kamu bahkan
mengejek Kak Ardika. Benar–benar nggak tahu diri. Kamu tahu nggak? Kamu benar-
benar seperti badut. Aku sudah menghapus kontakmu!”
Dia mengayun–ayunkan ponselnya. Tanpa memedulikan Wisnu yang sudah kesal bukan main itu, dia berbalik dan menghampiri Handoko.
Fio berkata dengan nada manja, “Handoko, selamat, ya. Kamu adalah orang pertama
di kelas kita yang memiliki mobil balap. Kamu benar–benar hebat!”
“Bukan aku yang hebat, kakak iparku yang hebat.”
Handoko terkekeh, dia masih hanyut dalam kebahagiaan karena memiliki sebuah
mobil balap.
Fio melihat Ardika yang berdiri di samping Handoko sejenak, lalu mengedipkan
mata bulatnya.
“Ya, Kak Ardika, kamu benar–benar hebat. Tokoh hebat seperti Pak Tarno pun patuh
padamu!”
Ardika mengerutkan keningnya, lalu berkata dengan dingin, “Pergi sana!”