Bab 243
Bab 243 Setiap Perbuatan Ada Balasannya
“Ah, nggak. Tentu saja aku nggak keberatan. Mobil itu adalah milik Handoko!”
Saat mengucapkan beberapa patah kata ini, hati Wisnu seolah–olah tercabik–cabik.
Saat ini, Ardika berkata, “Tarno, aku ingin membelikan mobil Maserati Quattroporte
untuk istriku.”
Tentu saja, nggak masalah.”
Tarno langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon manajer yang
bertanggung jawab atas mobil Masarati, Tasya Yendia.
Tasya bergegas menghampiri mereka. Begitu mendengar ucapan Tarno, Tasya
memasang ekspresi kesulitan. Dia berkata, “Pak Tarno, Maserati Quattroporte hanya
tersisa satu. Nona Wulan sudah memesannya. Hari ini dia akan datang mengambil
mobil…. Eh, ternyata Nona Wulan berada di sini.”
Saat inilah Tasya baru menyadari keberadaan Wulan.
Wulan baru saja hendak berbicara, Ardika angkat bicara terlebih dahulu.
“Aku nggak peduli siapa yang memesan, sekarang mobil itu sudah menjadi milikku.
Nanti aku akan membawa mobil itu pergi,” ujar Ardika dengan tegas.
Wulan berkata dengan marah, “Ardika, beraninya kamu merebut mobilku!” Owned by NôvelDrama.Org.
Ardika tersenyum dan berkata, “Ya, aku memang merebut mobilmu. Memang kamu bisa apa?”
“Kamu …
kamu Ardika, kamu jangan keterlaluan!”
Wulan mengentakkan kakinya dengan kesal.
Tarno melambaikan tangannya kepada Tasya dan berkata, “Sekarang mobil itu
sudah menjadi milik Nona Luna. Ingat, Nona Luna, bukan Nona Wulan!”
Wisnu dan Wulan benar–benar kesal setengah mati.
Mereka yang memesan, tetap mobil balap mereka malah direbut oleh orang lain
secara terang–terangan.
Hal yang lebih membuat mereka kesal lagi adalah orang yang merebut mobil
mereka adalah Ardika yang selama ini mereka pandang rendah!
Namun, mereka malah tidak berdaya untuk menghadapinya.
Kekesalan yang menyelimuti hati mereka itu benar–benar bisa membuat mereka
gila.
Wisnu memelototi Ardika, dia sudah memendam kebencian dalam hatinya.
Dia berkata kepada Tarno, “Pak Tarno, kami nggak jadi ambil mobil, tolong kembalikan uang kami. Aku dan adikku sudah memesan dua buah mobil. Kami
sudah menyerahkan uang sebesar 20 miliar.”
Begitu mendengar ucapan Wisnu, Tarno mengalihkan pandangannya ke arah Ardika.
Ardika tersenyum dan berkata, “Kalau aku nggak salah ingat, uang sebesar 20 miliar
yang kalian pakai untuk membeli mobil adalah uang hadiah dari Tuan Besar Basagita atas saran kalian menjual vilaku tanpa sepengetahuanku. Maaf, Pak Tarno nggak bisa mengembalikan uang itu pada kalian. Anggap saja uang itu sebagai
bayaran atas mobil yang kami beli.”
Wisnu dan Wulan menatap Ardika dengan tatapan terkejut dan berkata, “Ardika,
bagaimana kamu bisa mengetahuinya?!”
Handoko berkata dengan marah, “Wisnu, Wulan, ternyata vila kami hampir terjual
karena ulah kalian!”
Sebelumnya, kedua orang itu nyaris membuat dirinya dan keluarganya diusir dari
vila.
Di matanya, kedua kakak sepupunya itu adalah orang–orang yang sangat keji. Jadi, dia sama sekali tidak merasa simpati atas situasi yang mereka alami saat ini.
“Langit menjadi saksi atas semua tindakan kalian.”
Melihat Wisnu dan Wulan melemparkan sorot mata marah ke arahnya, Ardika menyunggingkan seulas senyum tipis dan berkata, “Aku bukan hanya tahu kalian
yang menyarankan Tuan Besar Dasagita untuk menjual vilaku. Aku juga tahu kalian sudah kena batunya sendiri. Sekarang, rumah dan mobil kalian sudah digadaikan. Bagaimana rasanya kalian sekeluarga tinggal di rumah lama Keluarga Basagita?”
Tepat setengah bulan yang lalu, Yanto nekeluarga masih tinggal di vila megah, mengendarai mobil mewah dan menguanal Grup Agung Makmur.
Di sisi lain, Luna sekeluarga tetap tinggal di rumah yang kecil dan sudah lapuk.
Mereka sekeluarga hanya memiliki satu mobil Audi A4 yang bernilai 600 juta.
Kalau mereka sekeluarga hendak bepergian dengan naik mobil, mereka harus memasukkan kursi roda Jacky ke bagasi mobil, lalu menempatkannya di barisan
belakang mobil dengan susah payah.
Selain itu, di Grup Agung Makmur, Luna selalu ditindas.
Sekarang, situasi dua keluarga sudah berubah drastis.
Luna sekeluarga tinggal di vila megah, mengendarai mobil mewah dan menguasai Grup Agung Makmur.
“Setiap perbuatan selalu ada balasannya. Kalian sekeluarga menggunakan berbagai macam cara untuk menindas istriku, ini adalah balasan untuk kalian.”
Melihat Wisnu dan Wulan yang sudah kesal setengah mati, Ardika menatap mereka dengan tatapan dingin dan melontarkan kata–kata tajam untuk menghancurkan
mental mereka tanpa ragu.
Saking kesalnya, Wisnu dan Wulan sudah hampir memuntahkan darah.
“Ah! Ardika dasar bajingan! Aku hajar kamu!”
Dengan iringan teriakan histerisnya, Wulan menerjang ke arah Ardika sambil
melambaikan tangannya.
“Plak!”
Ardika langsung melayangkan tamparan ke wajah wanita itu dan berkata dengan dingin, “Jangan mempermalukan dirimu sendiri.“