Bab 239
Bab 239 Hajar dan Lempar Dia Keluar
“Hahaha!
Begitu Ardika selesai berbicara, Wisnu dan yang lainnya kembali tertawa terbahak–bahak.
“Ardika, kamu pikir kamu siapa? Aku yang memesan mobil itu. Kamu ingin merebutnya dariku, bermimpi saja sana!*
“Biarpun memberikan kesempatan padanya untuk memiliki mobil itu, dia juga nggak punya uang untuk membelinya. Dia berbicara tanpa melewati otak seperti ini karena sudah kesal kita permalukan.”
Satu per satu dari mereka melontarkan sindiran pada Ardika.
Makin lama mempermalukan Ardika, mereka makin senang.
*Kak Ardika, jangan berbicara lagi, ayo kita pergi!”
Handoko mengerahkan sekuat tenaga untuk menarik Ardika, tetapi dia tetap tidak bisa menarik kakak iparnya.
“Benar–benar nggak tahu malu. Sudah kita permalukan seperti ini, dia juga tetap nggak mau pergi.”
Fio mendengus.
‘Hah, selain keluarganya nggak punya uang, Handoko punya seorang kakak ipar idiot yang selalu menjadi target untuk dipermalukan oleh orang lain. Untung saja, dulu aku nggak memilih Handoko. Kalau nggak, aku akan menjadi bahan tertawaan orang lain. Wisnu adalah pilihan yang terbaik!‘ pikir Fio.
Secara naluriah, dia merangkul lengan Wisnu dengan erat.
“Fio, sepertinya kamu masih kurang paham. Kalau dia bukan seorang pria yang nggak tahu malu, bagaimana mungkin dia menjadi menantu Keluarga Basagita yang hanya tahu mengandalkan istrinya?”
Wulan menyilangkan tangannya di depan dada, lalu melemparkan sorot mata mempermainkan ke arah Ardika dan berkata, “Hei, idiot, aku juga memesan sebuah Maserati Quattroporte di stan sebelah. Apa kamu juga ingin membeli satu?” Têxt belongs to NôvelDrama.Org.
“Maserati Quattroporte? Kebetulan sekali aku memang berencana membeli mobil untuk Luna. Kalau begitu, aku juga beli satu mobil itu.”
Ardika tidak mengenal nama mobil.
Namun, setelah mendengar nama mobil itu, dia merasa mobil itu cocok untuk wanita.
Mobil yang elegan cocok untuk seorang manajer umum seperti Luna.
“Kak Ardika, aku mohon berhentilah berbicara. Ayo kita pergi!”
Handoko sudah hampir menangis.
‘Satu mobil saja Kak Ardika nggak sanggup beli, tapi dia malah bilang mau membeli dua mobil? Apa penyakit Kak Ardika kumat lagi? Tapi, jelas–jelas Kak Luna pernah bilang Kak Ardika nggak mengidap penyakit mental!‘
Handoko mulai curiga Ardika benar–benar sudah gila atau sedang berpura–pura gila.
“Ya, cepat pergi sana!”
David juga mulai kehilangan kesabaran.
Walaupun dia suka melihat Ardika dipermalukan, tetapi lama kelamaan dia juga merasa bosan. Dia menoleh ke arah seorang pelayan toko yang berdiri di dekat mereka, lalu memerintah, “Cepat usir idiot itu dari sini, jangan biarkan dia mengganggu kami!”
Pelayan toko itu tahu latar belakang David.
Hari ini Wisnu dan Wulan bisa datang mengambil mobil juga karena David menggerakkan relasi untuk menghubungi manajernya.
Di sisi lain, setelah mengamati gerak–gerik Ardika sejak masuk ke sini, dia melihat dengan jelas bahwa pria itu hanya datang untuk
membuat onar.
“Tuan, silakan keluar sekarang juga, jangan mengganggu pelanggan lain membeli mobil di sini.”
+15 BONUS
Pelayan toko itu menghampiri Ardika, lalu mengangkat tangannya dan menunjuk ke pintu keluar, seolah–olah mengisyaratkan Ardika untuk berinisiatif keluar sendiri.
Wisnu dan Wulan melipat tangan mereka di depan dada tanpa memedulikan Ardika.
Kemarin Ardika mengusir mereka keluar dari Grup Agung Makmur,
Hari ini, mereka ingin melihat Ardika diusir dari sini!
Ardika berkata dengan dingin, “Aku juga pelanggan di sini. Aku sarankan sebaiknya kamu mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum mengusirku keluar dari sini. Kalau nggak, kemungkinan besar kamu nggak akan mendapatkan bonus, bahkan kehilangan pekerjaanmu!”
Setelah mendengar ucapan Ardika, pelayan toko itu tampak ragu.
“Hehe, idiot ini mulai menggertak orang lagi.”
‘Nggak perlu beromong kosong lagi dengannya, langsung panggil satpam seret idiot ini keluar saja!” kata Wisnu dan Wulan.
Setelah mendengar ucapan mereka, pelayan toko langsung mengambil keputusan.
Dia segera mengeluarkan alat komunikasinya untuk memanggil dua orang satpam, lalu menunjuk Ardika dan berkata dengan dingin.” Seret pembuat onar ini keluar dari sini!”
Kedua satpam itu menganggukkan kepala mereka, lalu berjalan menghampiri Ardika dan menatapnya dengan tatapan waspada.
“Tuan, silakan keluar sekarang juga!”
Melihat situasi menjadi seperti ini, Handoko benar–benar malu setengah mati.
Melihat Ardika masih berdiri mematung di tempat, dia berkata, “Kak Ardika, ayo kita pergi. Apa kamu benar–benar ingin mereka main tangan, kamu baru puas?”
Begitu mendengar ucapan Handoko, sebuah ide terlintas dalam benak Wulan. Dia segera mengedipkan matanya kepada David.
‘Hah, karena idiot ini benar–benar nggak tahu diri, sudah diberi kesempatan untuk pergi, tapi tetap nggak mau pergi, suruh satpam- satpam itu hajar dia dulu saja, baru lempar dia keluar. Dengan begitu, malu yang dirasakannya menjadi dua kali lipat, bukan?‘ pikir Wula
David menganggukkan kepalanya, lalu berkata kepada kedua satpam itu, “Karena nggak ada gunanya bicara baik–baik dengan idiot in kalian langsung hajar dia, lalu lempar dia keluar saja!”