Bab 275
Bab 275 Ucapanmu Benar
Dulu vila nomor sembilan ini adalah tempat tinggal Delvin sekeluarga.
Sekarang, Bejo malah mengatakan akan menjualnya kepada tuan muda kaya yang suka memainkan wanita dan mengotori tempat ini.
Pria gemuk itu benar–benar sedang memprovokasi Ardika dan sudah melampaui batas kesabaran Ardika.
Ekspresi Ardika langsung berubah menjadi muram. Dia langsung berjalan
menghampiri Bejo, lalu tanpa berbasa–basi lagi, dia langsung menendang pria gemuk itu.
“Jangankan kamu, kalau aku bilang aku menginginkan vila nomor sembilan ini, kepala bank kalian juga akan menyerahkan vila ini kepadaku dengan patuh!” kata Ardika dengan dingin.
“Cih!”
Bejo meludah seteguk darah. Sambil memegang wajahnya, dia berkata dengan penuh kebencian, “Kamu hanya pria yang mengandalkan wanita untuk membeli vila! Kamu nggak perlu membual di hadapanku!”
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, Ardika langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon Jesika.
Di sebuah kafe.
“Jesika, kamu adalah Nona Besar Keluarga Siantar, untuk apa kamu datang ke kecil seperti Kota Banyuli ini untuk menjadi seorang asisten? Dengan latar belakang keluargamu dan
kemampuanmu, kamu bahkan bisa menjadi presdir Grup Sentosa Jaya,” kata Liander kepada Jesika yang duduk berhadapan dengannya.
Dengan instruksi dari keluarganya, dia datang ke Kota Banyuli untuk menjemput adiknya. Saat inilah, dia baru tahu bahwa Jesika yang belum lama ini tiba–tiba menghilang dari keluarganya juga berada di Kota Banyuli, bahkan menjadi asisten presdir Grup Sentosa Jaya.
Grup Sentosa daya adalah sebuah perunaitan dengan Aest puluhan talion, termasuk perusahaan besar di Kota Banyult
Namun, baot Keluarga Septic Provinal Ante, Grup Sentosa Jaya bukan apa–ap
Sejak kecil, Llander sudah mengenal Jesika dan sudah memendam en pada warta itu Jadi, dia ingin membujuk wanita itu untuk mengembangkan karier di Provinsi Aste
Bagaimanapun juga, din sama sekali tidak tertarik pada kota kecil seperti Kots Banyuli
Tepat pada saat ini, ponsel Jesika yang diletakkan di atas meja bergetar
Dia segera mengambil ponselnya dan memberi isyarat kepada Liander bahwa dia akan menjawab panggilan telepon terlebih dahulu.
“Jesika, aku sedang berada di vila nomor sembilan Kompleks Vila Cempaka Karu suruh Kepala Bank Napindo segera datang ke sini untuk menemuiku
Begitu panggilan telepon terhubung, langsung terdengar suara Ardika dari ujung telepon.
“Oke.”
Setelah panggilan telepon terputus, Jesika segera menelepon Mose Kalingga, Kepala Bank Napindo, lalu berkata dengan dingin, “Pak Mose, presdir kami berencana membeli vila nomor sembilan
Kompleks Vila Cempaka, tapi malah dipersulit oleh bawahanmu. Dia ingin kamu pergi ke sana untuk menemuinya.”
Dia adalah seorang asisten yang bisa diandalkan. Hanya dengan mendengar nada bicara Ardika saja, dia sudah bisa menebak apa yang telah terjadi.
Di ujung telepon, begitu mendengar ucapan Jesika, Mose langsung gugup setengah
mati.
Kasus kepala bank besar diberhentikan baru terjadi dua hari yang lalu.
Karena hal itu pula, día berkesempatan untuk menduduki posisi ini.
Dia berutang budi pada Tuan Ardika yang belum pernah dia temui itu.
“Bu Jesika, aku akan pergi menemui Tuan Ardika sekarang juga. Tolong katakan hal- hal yang baik tentangku pada Tuan Ardika, agar emosinya mereda. Kali ini aku berutang budi besar pada Bu Jesika… Eh, cepat siapkan mobil sekarang juga!”
Sambil berbicara di telepon, Mose bergegas berjalan keluar dari ruangannya. Dia tidak ingin menunda waktu satu detik pun.
“Jesika, sebagai seorang asisten, setiap hari kamu hanya mengurus hal–hal sepele seperti itu, benar– benar menyia–nyiakan bakatmu saja.”
Begitu melihat Jesika mengakhiri panggilan teleponnyn, Liander yang mendengar pembicaraannya dengan jelas langsung melontarkan satu kalimat itu.
“Liander, ucapanmu benar.”
Jesika meletakkan ponselnya.
Mendengar satu kalimat yang keluar dari mulut wanita itu, Liander langsung Nôvel(D)ra/ma.Org exclusive © material.
senang. Dia berkata, “Kalau begitu, apa kamu bersedia kembali ke Provinsi Aste
untuk mengembangkan kariermu?”
Tanpa menjawab pertanyaan Liander, Jesika langsung berdiri dan mengenakan
mantelnya.
“Kamu mau pergi ke mana?” tanya Liander dengan bingung.
“Sekarang adalah jam kerjaku. Pak Presdir ada masalah, tentu saja aku harus ke sana untuk membantunya menyelesaikan masalah. Jadi, ke depannya tolong jangan
menggangguku bekerja lagi.”
Selesai berbicara, Jesika langsung pergi tanpa menoleh ke belakang.
Dengan seulas senyum getir, Liander berdiri mematung di tempat.
Tentu saja dia mengerti maksud Jesika.
Walaupun ucapannya memang benar, bagi Jesika, ucapannya hanya omong kosong
belaka.
z pertama
“Sebenarnya pesona apa yang dimiliki oleh presdirnya? Bisa–bisanya orang itu
membuat anggota Keluarga Siantar yang sangat berbakat dalam berbisnis bersedia tunduk padanya dengan senang hati dan menjadi asistennya.”
Dia enggan menerima kenyataan ini.
“Vila nomor sembilan Kompleks Vila Cempaka, ‘kan? Oke, aku akan pergi dan melihatnya sendiri.”
Setelah membayar, Liander langsung mengendarai mobilnya menuju ke kompleks
vila tersebut.