Bab 235
Bab 235 Kesulitan Tidak Ada Mobil
“Cih, Handoko, kenapa kamu begitu kurang kerjaan, sampai–sampai membual hal seperti ini dengan kami?!”
Wanita di ujung telepon itu langsung memutuskan sambung teleponnya dengan marah.
“Gawat, gawat, kali ini sepertinya aku sudah membual dengan berlebihan, aku pasti akan menjadi bahan tertawaan teman sekelas.”
Handoko menghela napas dengan tidak berdaya sambil meletakkan ponselnya.
Melihat ekspresi adik iparnya, Ardika berkata dengan heran, “Memang kenapa kalau kamu bilang aku adalah tokoh hebat pasukan khusus? Apa salahnya kamu berbicara seperti itu?”
“Kak Ardika, kamu nggak paham. Sebagai manusia, kita boleh membanggakan diri, tapi nggak boleh membohongi orang lain. Kalau nggak, kita perlu berbohong lagi dan lagi untuk menutupi kebohongan kita.”
Handoko berkata, “Kak Luna sudah memberitahuku, kamu bukan tokoh hebat pasukan khusus. Aku sendiri yang salah paham.” Text © owned by NôvelDrama.Org.
Mendengar ucapan adik iparnya, Ardika diam–diam menganggukkan kepala.
‘Hmm, karakter adik iparku ini cukup baik.‘
Setelah mengamati adik iparnya beberapa hari, dia sudah tidak terlalu mengkhawatirkan karakter Handoko. Dia berkata, “Handoko, kamu sudah pulang beberapa hari, tapi aku masih belum memberimu hadiah. Beri tahu aku apa yang kamu inginkan, aku akan membelikannya
untukmu.”
*Aku ingin mobil balap, apa kamu bisa membelinya untukku?”
Handoko mengangkat ponselnya, menggoyang–goyangkan ponselnya di hadapan Ardika dengan kesal. Layar ponselnya menunjukkan sebuah mobil balap.
Setelah mengetahui “kebenaran dari Luna, dia sama sekali tidak berharap Ardika bisa membelikannya mobil itu.
Dia menggeleng–gelengkan kepalanya, lalu pergi.
“Sudahlah, lebih baik aku berdoa agar suatu hari nanti perusahaan Kak Luna bisa berkembang makin besar dan mendapat bonus sekitar satu sampai dua triliun, lalu membelikan mobil balap itu untukku.”
Sekarang, dia sama sekali tidak mengharapkan mobil balap itu.
Bagaimanapun juga, kondisi finansial keluarganya sangat sulit.
Kalau Desi sampai tahu dia masih menginginkan mobil balap, telinganya pasti akan ditarik hingga putus!
Keesokan paginya, Ardika memesan taksi untuk mengantar Luna ke depan pintu kompleks vila.
“Orang yang tinggal di Kompleks Vila Bumantara keluar masih perlu naik taksi?” 1
Sopir menurunkan kaca mobilnya, lalu menatap Ardika dan Luna dengan sorot mata aneh.
Dia mulai menebak–nebak identitas kedua orang itu dalam hati.
Wanita ini cantik dan menawan, mungkin dia adalah simpanan orang kaya di sini? Lalu, sepertinya pria di sampingnya bukan orang kaya. Mungkin dia bertanggung jawab untuk mengantar jemput wanita ini?‘
Merasakan tatapan mesum sopir itu, Luna langsung merasa muak dan mengerutkan keningnya.
“Pergi sana!” seru Ardika dengan dingin. Dia langsung membatalkan pesanan dan mengusir sopir itu pergi. Kemudian, dia melambaikan tangannya kepada anggota Korps Taring Harimau yang bertugas berjaga di kegelapan.
“Salam kepada Tuan!”
“Salam kepada Nona Luna!”
Anggota Korps Taring Harimau bergegas menghampiri Ardika dan Luna, lalu memberi hormat kepada mereka berdua.
Ardika berkata, “Atur mobil dan antar istriku ke Grup Agung Makmur.”
“Baik!*
+15 BONUS
Anggota Korps Taring Harimau itu segera mengeluarkan alat komunikasinya.
Tidak lama kemudian, sebuah mobil jip militer tiba di depan vila mereka.
Ardika mengisyaratkan Luna untuk masuk ke dalam mobil.
Melihat isyarat dari suaminya, Luna menggelengkan kepalanya dan tetap tidak bergerak. “Ini adalah mobil khusus pasukan militer, kurang
pantas kalau aku naik mobil ini ke kantor.”
Anggota Korps Taring Harimau itu berkata, “Nona Luna, melayani Nona adalah tugas kami. Kapten Abdul sudah berpesan secara khusus pada kami!”
*Terima kasih. Karena hari ini aku sedang terburu–buru, maka aku terpaksa merepotkan kalian sekali ini.”
Setelah ragu sejenak, akhimya Luna tetap masuk ke dalam mobil.
Adapun mengenai sikap hormat anggota Korps Taring Harimau terhadap mereka, Luna tidak berpikir banyak. Dia juga tidak beranggapan Ardika adalah seorang tokoh hebat pasukan khusus.
Anggota Korps Taring Harimau ini bertugas untuk menjaga kediaman Komandan Draco yang berlokasi bersebelahan dengan vila mereka, jadi mereka juga terbantu.
Sesekali merepotkan orang lain, tidak masalah, tetapi tidak boleh terlalu sering.
“Tuan, kami juga berangkat dulu.”
Luna tidak tahu, begitu mobil jip yang dia tumpangi melaju pergi, dua orang anggota Korps Taring Harimau menghadap dan memberi hormat kepada Ardika, lalu mengendarai mobil lainnya untuk mengikuti mobil jip yang ditumpangi Luna dari belakang.
Dua orang ini sudah diam–diam melindungi Luna selama lebih dari seminggu, tetapi dia tidak menyadarinya.
Setelah melihat istrinya berangkat bekerja, Ardika kembali masuk ke Vila Cakrawala dan mengetuk pintu kamar Handoko. ‘Kak Ardika, apa yang kamu lakukan? Aku baru libur beberapa hari, tolong biarkan aku tidur sebentar lagi.”
Handoko melompat kembali ke tempat tidur, lalu membenamkan kepalanya ke dalam selimut dan bersiap untuk lanjut tidur. Ardika menarik adik iparnya bangkit dari tempat tidur dan berkata, “Bukankah
kamu menginginkan mobil balap? Hari ini aku akan membawamu pergi untuk memilih mobil balap.”
“Kak Ardika, jangan bercanda. Aku menginginkan mobil balap asli, bukan mainan.”
Handoko bersikeras tidak ingin bangkit dari tempat tidur.
Melihat reaksi adik iparnya, Ardika benar–benar tidak berdaya. “Ada pameran mobil balap, ikut aku ke sana, ya.”