Bab 66
Bab 66 Suruh Si Gigi Emas Masuk
Mendengar ucapan Dési, semuanya langsung mengangkat sendok mereka.
“Makan apanya. Semuanya cepat pergi dari Hall Utopia!”
Tak disangka, Peter tiba–tiba emosi dan mengusir para tamu.
Para tamu langsung meletakkan sendok di tangan mereka.
Desi berkata dengan kaget, “Peter, ada apa? Bukankah kamu sudah mengusir para preman itu?”
“Mengusir? Aku nggak sanggup menyinggung mereka, cepat pergi!” kata Peter dengan kesal. Karena dia ingin segera mengusir para tamu, dia pun mengasari Desi.
Desi menatap Peter dengan linglung selama beberapa detik. Pada akhirnya, dia mengerti kalau Peter tidak sedang bercanda.
“Semuanya, pergilah. Aku meminta maaf atas insiden di pesta kali ini, aku akan mentraktir kalian di lain waktu untuk menebus kesalahanku,” kata Desi sambil menangis.
Semua tamu terpaksa bangun, bisa–bisanya mereka diusir begitu saja.
“Bu, pesta pindah rumah ini akan tetap dilanjutkan. Kita nggak perlu pergi.”
Saat ini, Ardika tiba–tiba berdiri.
“Kenapa belum pergi? Lamban sekali!”
Pada saat ini, preman berambut pirang muncul di depan pintu sambil memelototi semua orang dengan galak.
“Kak, mohon minta Tuan Jinto tunggu sebentar lagi. Aku akan segera membersihkan tempat ini,”
kata Peter untuk menenangkan preman berambut pirang itu. Kemudian, dia berbalik untuk
menatap Ardika. “Kalau kalian masih ingin hidup, cepat pergi. Orang di luar adalah kepala
preman, Tuan Jinto.”
Tuan Jinto?
Awalnya Ardika ingin keluar untuk bernegosiasi dan menemui preman yang sombong itu, tetapi ketika mendengar ucapan Peter, dia langsung menatap preman berambut pirang itu.
“Kamu, suruh si Gigi Emas masuk.”
Mendengar Ardika melontarkan kalimat ini, semuanya tercengang. Begitu pula dengan preman berambut pirang itu, sekujur tubuhnya langsung dipenuhi dengan amarah.
“Kamu pikir kamu itu siapa, berani memanggil Tuan Jinto dengan nama panggilannya!”
1/3
415 BONUS
Sembari berbicara, dia hendak memukul Ardika.
Ardika berkata dengan tenang, “Katakan padanya, aku Ardika.”
Ardika?
Kenapa nama ini begitu tidak asing?
Dia ragu–ragu sejenak, tetapi pada akhirnya dia pun berbalik keluar.
“Ardika, habis kamu. Beraninya kamu memanggil Tuan Jinto masuk. Sekalipun Dewa datang, kamu nggak akan selamat!”
Peter tiba–tiba tersenyum sinis dan menatap Ardika dengan tatapan menghina.
Sebelum dia selesai berbicara, Jinto yang tubuhnya dipenuhi dengan keringat pun muncul di depan aula.
Jinto bergegas masuk dan menerobos melalui orang–orang untuk menghampiri Ardika.
Preman berambut pirang dan yang lainnya berjalan di belakang Jinto.
Melihat sekelompok orang ini masuk, para tamu yang hendak pergi pun ketakutan hingga
memucat.
“Ternyata Tuan Jinto si bos preman itu. Dia adalah orang yang kejam, bisa–bisanya Ardika menyuruhnya masuk, cari mati!”
Ketika ada yang mengenal Jinto dan mengungkapkan identitasnya yang mengerikan, semua orang makin ketakutan.
6
Mereka bahkan kebingungan harus pergi atau tetap tinggal di sana.
“Ardika, dasar nggak tahu diri!”
Peter bergegas maju untuk memperjelas situasi. “Tuan Jinto, orang bernama Ardika ini yang menyuruhmu masuk, bukan aku, nggak ada hubungannya denganku!”
“Minggir!”
Jinto menamparnya, lalu berjalan ke hadapan Ardika.
Saat semua orang mengira dia akan menghabisi Ardika, terdengar suara “buk“,
Jinto yang terkenal kejam berlutut di hadapan Ardika!
“Tuan Ardika, aku masuk karena perintah Tuan!”
Wah!
Ada pertunjukan seru di Hall Utopia.
+15 BONUS
Ekspresi Peter pun berubah, dia memandang Ardika dengan kaget.
Jinto bukan hanya menuruti perintah Ardika, tetapi juga berlutut di hadapannya.
Bagaimana bisa seperti ini?
“Gigi Emas, hari ini keluarga kami mengadakan pesta pindah rumah di sini, kamu ingin mengusir kami?”
Ardika memandang Jinto dengan dingin.
“Bruk!”
Jinto ketakutan hingga jatuh ke lantai.
Dia segera bangkit dan buru–buru menjelaskan, “Tuan Ardika, aku nggak tahu keluarga kalian
mengadakan pesta pindah rumah di sini. Kalau aku tahu, diberi seratus nyali pun, aku nggak ConTEent bel0ngs to Nôv(e)lD/rama(.)Org .
akan berani menyuruh anak buahku mengosongkan tempat ini!”
“Aku nggak peduli kamu tahu atau nggak. Aku hanya tahu pesta pindah rumah keluarga kami
diganggu olehmu.”
Ardika berkata dengan tenang, “Ini sudah kedua kalinya, ‘kan?”
Tuan Ardika, aku salah, aku benar–benar sudah tahu salah. Aku akan menyetujui semua
permintaanmu, tolong maafkan aku!”
Jinto yang ketakutan terus bersujud.
Ardika bertanya, “Kamu tahu peraturanku, ‘kan? Setelah menyinggungku, minta maaf saja nggak cukup. Ketika kamu mengancam ingin merobohkan rumahku, rumahmu yang kurobohkan. Apa
kamu sudah menuruti permintaanku?”
“Sudah, sudah. Aku sudah menyerahkan semua asetku!”
Jinto berkata dengan tertekan, “Tuan Ardika, kalau bukan karena nggak punya uang dan ingin menjaga harga diri, aku nggak akan datang merampas Hall Utopia dan memakan makanan sisa
dari keluarga kalian.”
Hari ini, dia akan makan malam bersama beberapa kepala preman.
Dia memilih aula paling mewah di Hotel Puritama agar para kepala preman tidak tahu bahwa dia sudah jatuh miskin. Kalau tidak, dia pasti akan dipersulit.
Tak disangka, dia malah bertemu dengan Ardika.