Bab 71
Bab 71
Bab 71
Wah.
Pria ini seperti siluman.
Padahal hanya sebuah kemeja saja, namun terlihat sangat gagah dan elegan di tubuhnya, tubuhnya memiliki rasio yang pas antara bahunya yang lebar dan pinggangnya yang sempit.
Sosok yang tinggi dan tegap, dengan bayangan tubuh yang tinggi, sangat keren.
Fitur wajah yang sempurna, dengan pandangan mata tajam yang lembut, sangat indah, seindah dunia.
“Pagi.” Bibir Asta melengkung.
“Pagi.”
Samara mengangguk, namun dia merasa sediki resah karena Asta harus ikut menemani Oliver dan Olivia. Belongs © to NôvelDrama.Org.
“Asta, bukannya kamu seharusnya sangat sibuk?” alis Samara terangkat.
“Ya, sangat sibuk.” Suasana Asta sedang baik, “Namu, saya tetap punya waktu untuk menemani Oliver dan Olivia.”
Oliver dan Olivia saling memandang, dua pasang mata berbinar karena terkejut.
Ayah ini keras kepala.
Bagaimana dia punya waktu?
Ayah telah begadang semalaman demi bisa berpartisipasi dalam kunjungan orang tua hari ini.
Saat mereka bangun di pagi hari, mereka masih melihat Paman Wilson datang ke rumah untuk mengambil tumpukan dokumen yang tebal dari ruang kerja.
“Ayah sebenarnya tidak harus pergi hari ini, sejak kemarin malam , dia belum...”
Ketika Oliver hendak mengabarkan tentang ayah yang bergadang tadi malam, tiba–tiba matanya beradu pandang dengan mata Asta yang tajam
dan dalam, dia pun menelan kata–katanya.
“Ada apa dengan ayahmu?”
Oliver tidak berani mengatakannya, dia buru–buru menyangkalnya, “Tidak apa–apa, ayo cepat pergi, jika tidak, kita bisa terlambat ke sekolah.”
Meskipun Samara penasaran, namun mengingat bahwa mereka tidak boleh terlambat untuk acara hari ini, dia pun tidak menanyakannya lagi.
Setelah melaju sekitar tiga puluh menit, mobil Hummer itu pun berhenti di depan gerbang taman kanak– kanak.
Oliver dan Oliver adalah keturunan keluarga Costan, wajar jika mereka bersekolah di taman kanak– kanak untuk kaum konglomerat.
Karena hari ini adalah hari kunjungan orang tua, ada banyak mobil mewah yang terpakir di depan gerbang.
“Sudah sampai–”
Setelah turun dari mobil, Oliver dan Olivia mengangkat tas sekolah mereka lalu masuk ke gerbang taman kanak–kanak untuk bersekolah, sementara Samara mengikuti Asta dan melewati jalur khusus orang tua.
Begitu mereka tiba di meja administrasi, beberapa guru wanita dengan riasan wajah indah pun tersenyum.
“Tuan Asta, ini benar–benar kamu.”
“Halo, saya adalah kepala sekolah dari Taman Kanak–Kanak Bintang.”
“Saya ada kepala departemen akademik Taman Kanak–Kanak Bintang.”
Bahkan belum membahas penampilan Asta, hanya dengan mengetahui
identitasnya sebagai tuan muda pertama dari keluarga Costan sudah cukup untuk membuat para guru ingin memeluk erat pria yang berkuasa itu.
Mereka biasanya melakukan yang terbaik untuk melayani dua putra–putri kecil Oliver dan Olivia ini, sekarang mereka kedatangan orang tua dari mereka, para guru tentu saja berusaha untuk melakukan yang terbaik.
Samara yang berdiri di samping Asta, malah meremehkan pesonanya.
Ketika para guru wanita ini melihat Asta, mereka seperti lalat yang melihat bangkai, mereka bergegas menghampirinya tanpa mempedulikan apa–apa.
Samara yang terlihat biasa–biasa saja, dianggap terlalu menghalangi karena berdiri di sampingnya, tidak ada orang yang menganggapnya ada, dan mendorongnya hingga mundur ke belakang.
Di tengah kerumunan.
Tidak tahu siapa yang mendorongnya, Samara terhuyung mundur.
Kaki kanannya terkilir.
Samara meratap dalam hati, tidak ada satu pun di sekitarnya yang membantunya, apakah dia semenyedihkan itu hingga dia bisa terjatuh?
Tepat ketika Samara akan jatuh ke lantai, seperti sebuah kilatan, pria itu telah meraih pinggangnya, dan menariknya kembali.
Detik berikutnya.
Karena tarikan Asta yang kuat, bibir Samara pun mengenai bibirnya.
“Um......”
Bibirnya terbuka, sehingga ketika mengenai bibir Asta, bibir Asta tergigit hingga berdarah.
Semua terjadi dengan cepat, dan bibir Asta benar–benar berdarah.
“Kamu tidak apa–apa, kan?”
Tanpa sadar, ujung jari Samara menyentuh bibir Asta, namun ketika jari itu
menyentuhnya, dengan cepat, dia menarik kembali tangannya, seperti tersengat listrik.
Meskipun dia yang menyebabkan luka itu, namun tindakannya ini... terlalu ambigu.
Mata Asta setengah menyipit, menunggu tangan kecilnya untuk menyentuhnya, tetapi ketika melihatnya tiba–tiba menarik kembali tangannya, rasa kehilangan samar–samar bergejolak di hatinya.
Wanita kecil ini sebenarnya peduli padanya, tapi dia juga membuat jarak antara mereka.
Asta menggunakan jari–jarinya untuk menyeka darah di bibirnya, membuka bibirnya dan berkata dengan santai, “Terjadi masalah, apakah kamu akan bertanggung jawab?”
“Bertanggung jawab atas apa?”
Ketika Asta sekilas melihat Samara menjaganya seperti seekor kucing, tiba tiba dia berbisik: “Lupakan saja, ikuti saya mulai sekarang.”
Samara mengangguk.
Namun, Asta langsung menggenggam tangan Samara dan membawanya melangkah ke depan.
“Kamu ini...”
“Ini baru mengikuti.” Asta menatap Samara dengan mata berapi–api: “Kamu milikku, saya akan menjagamu dimana pun.”
Samara sedikit tercengang, sejak kapan dia menjadi miliknya?
Tanpa dia sadari, dia berusaha untuk melepaskan tangannya.
Namun sebagai gantinya, Asta menggengam tangan kecilnya dengan lebih erat.
Ini seperti sebuah perasaan dimana dia takut Samara akan melarikan diri darinya.
Next Chapter