Bab 179
Bab 179
Bab 179
Asta melepaskan Samara dan berpesan kepada Wilson untuk membawakan satu set pakaian wanita.
Saat Wilson tiba, Samara membungkus dirinya dengan selimut, dan bahkan tidak menunjukkan kepalanya.
Memalukan!
Sialan, ini sama saja seperti mempermalukan diri sendiri hingga ke rumah.
Wilson menyerahkan pakaian wanita kepada Asta, dan melirik pakaian compang–camping yang di karpet, dan berpikir dalam hati, tidak heran bila Presdir memintanya untuk mengantarkan pakaian, pertempuran ini ... apa tidak terlalu intens?
“Letakkan pakaiannya dan kamu boleh pergi.”
“Baik.”
Wilson hendak meninggalkan Kediaman Costan tepat saat dia menerima telepon dari Samantha.
“Nona Samantha… apa Anda punya pesan?”
“Wilson, kudengar Asta sakit dan ingin datang menjenguknya.” Samantha berkata dengan lembut, “Saya sangat mengkhawatirkannya, dan saya takut bila saya tiba–tiba datang itu akan membangkitkan kemarahannya, jadi saya ingin Anda untuk membantuku memikirkan caranya.”
“Nona Samantha, Anda tidak perlu datang kemari, disini ada seseorang yang ditunjuk oleh Tuan untuk merawatnya.” Wilson berkata dengan bijaksana.
“Dia ditunjuk?” Samantha tampak terkejut.
“Iya.”
Entah bagaimana, hal pertama yang muncul di benak Samantha adalah Samara,
Samara sudah dibuang ke sungai oleh pembunuh bayaran yang dibayar oleh Diana...
Setelah mencari selama berhari–hari, tidak ada kabar, dia seharusnya sudah dimakan ikan di sungai sejak lama. This is the property of Nô-velDrama.Org.
Samantha ingin menyangkal pikiran dalam hatinya, jadi dia berkata dengan ragu–ragu: “Wilson, apakah orang itu ditunjuk oleh Asta itu adalah... Samara?”
“Iya.” Jawab Wilson dengan ringan.
Samantha yang mendengar itu seketika tercengang.
Samara tidak mati?
Dia tidak hanya tidak mati!
Tapi juga... sedang berada di sisi Asta untuk merawatnya?
“Nona Samantha, Tuan tidak ingin ada orang yang mengganggunya sekarang. jadi saya tidak dapat membantu Anda, sampai jumpa.”
Setelah menutup telepon.
Samantha masih memegangi ponselnya, dan mendengarkan suara mekanik yang terdengar di ponselnya.
Sampah seperti apa yang dibayar oleh Diana?
Mengapa sesuatu yang begitu sederhana saja tidak dapat ditangani dengan baik?
Jari–jarinya mengepal dengan sangat erat hingga memutih, dan Samantha bersumpah dalam hatinya.
Samara, kali ini kamu beruntung, saya akan membiarkanmu melarikan diri kali ini, lain kali kamu tidak akan pernah seberuntung ini lagi!
Kehidupan Samara di kediaman Costan, selain mengurus Asta adalah terjerat oleh dua bocah kecil, Oliver (lan Olivia dari waktu ke waktu.
Menghabiskan waktu sendirian dengan Asta sepanjang hari membuat Samara berada di bawah tekanan.
Jadi, setiap kali dua anak kecil itu datang kepadanya, dia akan menarik napas lega.
Kali ini Alfa mengantar Oliver dan Olivia yang baru pulang dari taman kanak–kanan, dan kedua anak itu langsung menjerat Samara dan memintanya untuk membacakan buku.
Asta menyetujui.
Alfa dan Asta berjalan ke ruang kerja.
Dan ini adalah pertama kalinya Alfa bertemu dengan Asta setelah dipukuli diatas kapal pesiar.
Dibandingkan dengan Asta yang dia temui diatas kapal, Asta yang saat ini adalah Asta yang dia kenal sebelumnya.
“Kakak, mengenai kejadian di dek...” Alfa menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara sedih, “Saya tidak bermaksud mengatakan kata–kata itu untuk menyerangmu, saya hanya takut sesuatu
benar–benar terjadi pada Samara, dan kamu akan merasa terpukul dan tidak pernah bangkit ...
Bagaimanapun, keluarga Costan dan Oliver serta Olivia juga bergantung padamu.”
Asta menepuk pundak Alfa : “Alfa, saya mengerti, tapi saya tidak menyesali dua pukulan yang kulayangkan padamu.”
*Kak, apakah kamu hanya menginginkannya?”
“Tentu saja” Asta mengangguk dengan sungguh–sungguh, “Kejadian ini membuatku mengerti bahwa di dunia ini, saya hanya menginginkannya.”
Mendengar ini, Alla tergerak oleh kata–kata Asta.
Keduanya mengobrol sebentar
Alfa meletakkan dokumen yang dibawanya di depan Asta dan berkata dengan tenang
“Kak, saya tahu kamu pasti akan mencari tahu penyebab Samara jatuh ke sungai, namun kamu tidak leluasa akhir–akhir ini jadi saya yang membantumu memeriksanya.”
Dengan wajah tenang, Asta mengeluarkan dokumen dan foto dari tas arsip.
“Keluarga Gandhi lagi?” Alis Asta berkerut, dan suaranya dingin, “Karena Firman Gandhi tidak pandai mendidik keturunannya, saya yang akan melakukannya.‘