Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 156



Bab 156

Harvey membuka pintu kayu, ruangan itu memiliki perabotan yang sederhana yang terbuat dari kayu.Text © by N0ve/lDrama.Org.

Selain sebuah tempat tidur kecil, di sampingnya ada sebuah papan gambar.

Di papan gambar itu, terlukis pohon sakura di bawah sinar bulan, pulau itu terlihat sangat tenang di bawah sinar bulan.. Pelukisnya sangat terampil, Harvey langsung tahu bahwa lukisan itu dibuat oleh Selena.

Saat ini, dia merasa begitu gembira, akhirnya dia menemukannya.

Di sebelahnya, ada setumpuk lukisan yang tebal, Harvey pun memeriksanya dengan tenang.

Saat matahari terbenam, para pria yang memancing kembali pulang, sementara wanita dan anak—anak tersenyum semringah menyambutnya.

Ada pemuda yang membuat belalang dari rumput, yang melukis di bawah sinar matahari pagi, dan ada juga seorang pria dengan topeng logam yang bersandar di

bawah pohon sakura.

Mungkin suasana hatinya sedang buruk saat melukis, tapi lukisan ini memiliki

makna yang lebih dalam di mata Harvey.

Pria itulah yang membawanya pergi.

Aura dingin pun terpancar dari tubuh Harvey, dia mendekati Nenek sambil

membawa gulungan lukisan itu, “Nek, katakan, di mana dia?” tanyanya dengan

dingin.

Saat melihat Harvey masuk ke rumah Nenek, Selena sangat ingin kembali.

Tiba—tiba, sebuah tangan memegang erat pergelangan tangannya, dia menoleh dan melihat George yang kembali entah kapan. “Dia datang!” ucap Selena panik.

“Aku tahu, jangan takut,” ujar George sambil mengelus kepala gadis itu untuk menenangkannya, “Aku akan membawamu pergi, ikut aku.”

Selena merasa gelisah sekaligus bingung. Dengan segera, dia mengikuti George. melewati jalan pintas dari pulau itu. Di sana ada sebuah perahu motor, begitu dia naik ke perahu motor, dia akan bebas.

Akan tetapi, apakah dia benar—benar bisa mendapatkan kebebasan? Saat menoleh, dia melihat seseorang telah menemukan jejaknya dan segera melaporkannya kepada Harvey.

Suara marah Harvey pun terdengar dari pengeras suara, “Selena, kalau kamu berani kabur, aku akan membakar pulau ini!” ucapnya.

Mimpi buruk yang dialaminya selama beberapa hari berubah menjadi kenyataan, suara Harvey seperti mimpi buruk yang terus menghantuinya.

Pertahanan mentalnya hancur sepenuhnya, “Aku harus pulang,” ucap Selena gemetaran. “Sekarang masih ada kesempatan untuk pergi,” kata George dengan serius.

“Berapa banyak nyawa yang harus dikorbankan untuk memberiku kesempatan? Sejak awal, pulau ini nggak ada di peta, bahkan penduduk pulau nggak punya. informasi identitas apapun. Kamu lihat kapal perang itu nggak? Hanya dengan

mengatakan bahwa semua orang di pulau ini adalah teroris yang kejam, mereka bisa menembak, dan dia nggak perlu bertanggung jawab atas apapun.”

“Sebenarnya dia itu siapa?” tanya George mengernyit.

“Aku nggak tahu.” Selena hanya tahu bahwa pada malam saat dia diselamatkan dari laut, Harvey mengenakan seragam kamuflase, dan kapal perang di dekatnya menabrak kapal bajak laut.

Di tengah kobaran api yang menyala, Harvey mengenakan topeng totem setan di

wajahnya.

Beberapa tahun menikah, Harvey terkadang pergi beberapa lama dengan alasan

perjalanan bisnis‘, mungkin selama beberapa hari atau mungkin sebulan, namun.

H

selama pergi, dia tidak memberi kabar.

Di tubuhnya, tidak hanya ada satu luka, ada luka pisau dan juga luka tembak.

Dia diam saja, tetapi Selena juga tidak pernah bertanya.

Selena hanya tahu secara samar—samar bahwa keluarga Irwin memiliki latar belakang yang sama dengan keluarga Wilson. Dia tidak pernah peduli siapa sebenarnya Harvey itu.

Kalau Selena tetap memutuskan untuk kabur, dia akan membuat penduduk pulau ini menderita. Jalannya sudah terputus sejak dulu, dia tidak bisa pergi.

Sementara Selena ragu-ragu, Harvey sudah berjalan menghampirinya. Harvey berdiri di atas bukit tinggi, merendahkan segala sesuatu di dunia seperti seorang raja.

“Seli, aku sudah bilang, kamu nggak akan bisa kabur.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.