Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 153



Bab 153

Sebuah tubuh berotot yang telanjang terlihat enak dipandang. Kulit George agak lebih gelap daripada Harvey, berwarna sawo matang.NôvelDrama.Org owns this text.

Dengan bahu yang lebar dan pinggang yang kecil, kontur otot di dadanya terlihat sangat jelas. George sama seperti Harvey, dia juga memiliki beberapa luka di tubuhnya.

Saat tetesan air mengalir di perut berotot yang terlihat jelas, gerak—gerik pria ini penuh dengan pesona maskulin yang liar.

Sembari membawa jebakan ikan, pantulan sinar matahari menghasilkan cahaya yang berkilauan di permukaan laut di belakangnya. Walaupun wajahnya tidak kelihatan, dari rahang bawahnya yang kurus terlihat kebahagiaan.

“Panen banyak.”

Dengan kaki telanjang, George berjalan ke daratan. Air laut mengalir dari celana kerja yang dikenakannya, sementara otot perutnya yang bagus terlihat sangat jelas

dari gerak tubuhnya. Tanpa sadar, Selena memalingkan tatapannya, “Aku mau membuat api untuk memanggang ikan,” ujarnya. “Hmm, aku akan membersihkan isi perutnya. Kita beruntung, ada beberapa kepiting.

Dengan segera, Selena mengumpulkan ranting-ranting dan kayu bakar, kemudian buru—buru membawanya, namun tiba-tiba lambungnya terasa sakit.

“Hoek... “Kenapa?” Pria yang sedang membelek ikan itu segera menghampiri, berjongkok sambil menatap Selena dengan cemas.

Setelah muntah, Selena mengelus perutnya dengan agak pucat, “Nggak apa—apa, cuma agak nggak nyaman saja, penyakit lama,” jelasnya.

“Sakit sekali, ya?”

Setetes air menetes di wajahnya. Begitu mendongak, Selena melihat mata yang penuh perhatian di balik pria bertopeng itu, sementara tetesan air terus menetes dari ujung rambut pria itu.

Selena baru menyadari bahwa dia hampir sepenuhnya berada dalam pelukan pria. yang setengah berlutut itu. Panas dari tubuh pria itu yang bercampur dengan uap air langsung masuk ke tubuhnya, aura yang ambigu pun diam—diam muncul di antara. mereka berdua.

Walaupun keduanya tidak bersentuhan secara fisik, jarak yang begitu dekat masih membuat Selena merasa agak tidak nyaman. George yang sepertinya sadar akan hal itu, segera mundur, lalu Selena baru

menjawab, “Nggak sakit, cuma agak mual.”

Setelah mendengar bahwa Selena sakit, Nenek datang menemuinya dan bertanya, ” Mana yang nggak nyaman? Kamu sakit?”

Selena pun menggeleng, dia tahu bahwa ini adalah penyakit lamanya, hanya saja kebetulan obat perut dan obat penghilang rasa sakitnya habis.

“Aku akan memasakkan makanan yang rasanya ringan untukmu. George, pergilah ke pulau sekitar untuk membeli obat.” “Kak George, aku ikut,” ucap Jarren mengusap bibirnya dengan punggung tangan sambil mengikutinya.

George buru-buru membawa Jarren yang berisik pergi, sementara Nenek menggandeng Selena sambil berkata, “Tenang saja, walaupun di pulau terdekat sumber dayanya nggak terlalu melimpah, obat perut masih bisa dibeli.”

Selena melihat langit, meskipun hari ini cerah dan bahkan angin lautnya sangat lembut, anehnya dia merasa sangat gugup dan merasa akan ada masalah besar.

Pohon sakura di lereng bukit sudah berbunga, dan beberapa hari lagi juga akan mekar. Yesa mengatakan bahwa saat angin laut bertiup, seluruh pulau akan dikelilingi oleh keindahan bunga sakura.

Apalagi pada malam bulan purnama, menggantungkan lampu kecil di bawah pohon sakura untuk menikmati bulan, pemandangannya sungguh indah.

©+15 BONUS

Selena yang awalnya memiliki angan—angan yang indah, saat ini tidak sempat memikirkan untuk menunggu bunga bermekaran.

Setibanya George di pulau terdekat, dia langsung menyadari bahwa suasana di Pulau Bening berbeda dari biasanya, terdapat beberapa helikopter yang mendarat di pulau itu.

Pulau-pulau di sekitar sangatlah miskin, bahkan biasanya jarang ada wisatawan, jadi mana mungkin ada helikopter?

Jarren selalu suka bersosialisasi, dia mengambil segenggam kuaci dari sakunya dan bertanya kepada orang yang lewat, “Om, ada apa ini? Apa ada orang kaya yang datang ke sini untuk berbelanja?”

GET IT

+


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.