Bab 132
Bab 132
“Lihat, salju malam ini sangat indah.”
“Harvey, hari ini adalah peringatan kematian anak kita. Pernahkah kamu memikirkannya sepanjang tahun ini, meskipun hanya sejenak?”
“Kupikir dia hanya menjadi bagian dari balas dendammu padaku.”
Harvey terlambat menyadarinya. Dia pikir tujuan Selena adalah Agatha dan hal itu membuatnya mengabaikan Harvest. Dia sengaja memilih hari ini, agar Harvest menjadi korban persembahan untuk menghormati anaknya.
Dengan begitu, dia bisa membalas dendam pada Harvey dan Agatha.
Harvey merasa cemas dan marah. Selena tetaplah Selena, dia tidak pernah melakukan ide bahaya seperti ini sejak dahulu!
Dalam waktu singkat, hati Harvey bergejolak bagaikan roller coaster dan telapak tangannya berkeringat dingin tanpa dia sadari.
Dia berlari ke lantai atas dengan napas terengah—engah. Kembang api sesi ini sudah selesai dan sesi berikutnya sedang dalam persiapan. Seluruh dunia terasa seakan- akan terjeda dan yang terdengar hanya suara langkah kakinya yang menaiki tangga. Dek lantai dua kosong, Harvey berlari tepi dan laut masih meraung ganas, menghantam lambung kapal dengan keras dan memercikkan ombak yang besar. Dia tidak melihat ada siapa pun di sini, apakah dia terlambat?
Seluruh tubuh Harvey serasa terjatuh ke dalam goa es, dingin dari kepala hingga ujung kakinya.
Tiba—tiba terdengar suara Jena yang terkejut sambil menangis dari lantai bawah,” Tuan Muda Kecil, bagaimana kamu bisa naik ke sini? Kamu benar—benar membuatku ketakutan! Aku menemukannya, aku menemukan Tuan Muda!”
Harvey merasa baru saja lolos dari kematian begitu mendengar suara itu dan
tubuhnya langsung merosot ke lantai.
Keringat hangat yang keluar dari tubuhnya langsung terasa dingin ketika tertiup angin. Dia menyentuh dada dengan telapak tangan dan jantungnya terasa nyaris
keluar dari sana.Content is © 2024 NôvelDrama.Org.
Dia menutupi wajahnya sambil tersenyum. Untuk pertama kalinya dia merasakan pahit manisnya kehidupan. Tidak lebih dari neraka dan surga.
Dia tidak melihat Selena yang sedang berjongkok di balik tong kayu saat ini, menatap salju yang terus berjatuhan dari langit. Pada akhirnya, dia membatalkan rencana yang telah dia buat untuk membuat
Harvey menderita.
Sejujurnya, dia tidak rela mengambil nyawa Harvest.
Dia masih begitu kecil dan tidak seharusnya bertanggung jawab atas dosa kedua
orang itu.
Seberapa jahat dirinya hingga bisa membunuh seorang anak kecil?
Selena mencela kelemahannya sendiri karena tidak malu atas perilaku seperti itu.
Dia mengubah semua rasa bersalahnya menjadi sebuah penjelasan, mungkin ada
banyak kesalahpahaman antara dia dan Harvey.
Harvest tidak seharusnya menebus kesalahpahaman ini.
Dan rencananya dulu adalah untuk mati bersama dengan Harvest di laut, tetapi
sekarang masih ada satu hal yang harus dia lakukan.
Dia akan menemukan semua kebenaran pada tahun itu!
Setelah Harvey pergi, barulah dia merasa bahwa dirinya terlalu lemas untuk
menyeret tubuh lemahnya kembali ke kamar.
Sepuluh menit kemudian, Harvey muncul di kamarnya.
Kedatangannya menunjukkan bahwa dia sudah menduga bahwa Selena yang membawa Harvest pergi. Ketika dia pergi, Selena tidak melepaskan kalung giok dari
leher Harvest.
Itu adalah desain yang dia buat sendiri, bagaimana mungkin dia tidak tahu siapa
yang membuatnya.
Di atas meja di dalam kamar terdapat sepotong kue yang telah dipotong separuh dan lilin yang sudah padam. Selena sudah siap untuk disiksa sampai mati olehnya. Dia sudah melewatkan
kesempatan terbaiknya. Apa yang menunggu selanjutnya pasti adalah siksaan yang
lebih buruk dari kematian.
Langkah kaki Harvey semakin dekat dan keheningan di dalam ruangan mencekam seperti kematian. Selena mengangkat kepalanya dan melihat Harvey duduk di samping meja sambil
memakan sisa kue.
Dalam keheningan menyuap sesendok demi sesendok.
Dia jelas bukan orang yang suka makan kue.
Dia bukan datang untuk memarahinya, tetapi untuk makan kue.
Setelah meletakkan garpu, dia mengambil selembar tisu dari kotak tisu dan mengusap bibirnya sebelum berjalan menuju Selena.
Apa yang seharusnya akhirnya datang juga.
Dia berdiri di hadapan Selena dan suara yang datar terdengar dari atas kepalanya, ” Suatu saat nanti, kamu akan tahu bahwa keputusanmu untuk menyerah hari ini adalah keputusan terbaik dalam hidupmu.”
x